Kamis, 28 November 2013

DERMATITIS

TUGAS TERSTRUKTUR FARMAKOLOGI
DERMATITIS



Disusun Oleh:
1.    Rossita Kurnia Rahayu    G1B012015
2.    Leti Siana                         G1B012016
3.    Sahida Woro Palupi         G1B012021
4.    Robiatul Adawiah            G1B012023
5.    Nia Atiniah                      G1B012043
6.    Ayu Priutami                    G1B012095
7.    Desyani Maya M.            G1B012098



KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Kulit adalah organ pada tubuh manusia yang paling mudah diakses. Fungsinya yang paling mendasar adalah sebagai proteksi. Sebagai suatu sawar atau penghalang, kulit menahan kekeringan dan penyakit dengan mempertahankan kelembaban dan menyingkirkan patogen (Stephen, 2010).
Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang mebungkus otot-otot dan organ dalam tubuh. Kulit berfungsi melindungi tubuh dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap bakteri dan kuman. Kulit merupakan indra peraba yang dapat merasakan suhu, tekanan, dan nyeri. Secara mikroskopis kulit terdiri dari tiga lapisan: pidermis, dermis, dan lemak subkutan ( S1 Keperawatan, 2012).
Dalam aspeknya yang paling luas dan sederhana, terdapat dua jenis penyakit kulit yaitu pertumbuhan dan ruam. Pertumbuhan kulit meliputi kista, malformasi, atau neoplasma jinak atau ganas,yakni sesuatu yang secara klinis tampak sebagai benjolan dikulit. Ruam adalah dengan sedikit pengecualian penyakit kulit non-neoplasmik. Ruam lebih tepat disebut sebagai penyakit kulit inflamatorik atau dermatitis (Stephen, 2010).

Salah satu penyakit kulit yang paling sering dijumpai yakni Dermatitis yang lebih dikenal sebagai eksim, merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan. Dermatitis dapat terjadi karena berbagai macam sebab dan timbul, terutama kulit yang kering. Walaupun demikian, penyakit ini jelas menyebabkan rasa tidak nyaman dan amat mengganggu. Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada berbeda, antara lain dermatitis ( S1 Keperawatan, 2012).
Dermatitis berasal dari kata derm/o- (kulit) dan –itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan dimana kulit mengalami inflamasi. Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal  ( Djuanda, Adhi, 2007 ).
Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Klasifikasi dermatitis secara umum berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis antara lain: Dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Buxton (Hayakawa, 2000).
Dermatitis merupakan penyakit kulit yang tidak berbahaya, dalam arti tidak membahayakan hidup dan tidak menular. Namun, menimbulkan rasa ketidaknyamanan karena menyebabkan rasa gatal. Berdasarkan uraian tersebut, makalah ini akan membahas mengenai dermatitis.

1.2    Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian dari Dermatitis?
2.    Apa yang menjadi penyebab Dermatitis?
3.    Bagaimana Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan Dermatitis?

1.3    Tujuan
1.    Mengetahui pengertian Dermatitis.
2.    Mengetahui penyebab Dermatitis.
3.    Mengetahui Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan Dermatitis.














BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Dermatitis
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal  (Djuanda, Adhi, 2007).
Dermatitis atau eksim merupakan penyakit peradangan kulit. Dermatitis secara umum ditandai dengan kulit membengkak, memerah, dan gatal-gatal. Klasifikasi dermatitis saat ini masih beragam. Hal tersebut diakibatkan oleh penentuan etiologi dalam dermatitis belum cukup jelas. Klasifikasi dermatitis secara umum berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis antara lain: Dermatitis eksogen dan dermatitis endogen. Hal tersebut sesuai dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Buxton (Hayakawa, 2000).
Dermatitis ialah kelainan kulit yang subyektif ditandai oleh rasa gatal dan secara klinis terdiri atas ruam polimorfi yang umumnya berbatas tidak tegas. Gambaran klinisnya sesuai dengan stadium penyakitnya. Kadang-kadang terjadi tumpang tindih penggunaan istilah eksim dengan dermatitis. Sebagian ahli menyamakan arti keduanya, sebagian lain mengartikan eksim sebagai salah satu bentuk dermatitis, yakni dermatitis atopik tipe infantil. Untuk itu, istilah dermatitis tampak lebih tepat. Istilah eksematosa digunakan untuk kelainan yang ‘membasah’ (kata eksim berasal dari bahasa Yunani ‘ekzein’ yang berarti ‘mendidih’), yang ditandai adanya eritema, vesikel, skuama dan krusta, yang menunjukkan tanda akut. Sedangkan adanya hiperpigmentasi dan likenifikasi menunjukkan tanda kronik (Muhandari,2004).
Untuk penamaan dermatitis, berbagai klasifikasi sudah diajukan antara lain berdasarkan kondisi kelainan, lokasi kelainan, bentuk kelainan, usia pasien dan sebagainya, contohnya:
a.    Berdasarkan lokasi kelainan misalnya dermatitis atopik, dermatitis manus, dermatitis seboroik, dermatitis perioral, dermatitis popok, dermatitis perianal, akrodermatitis, dermatitis generalisata, dsb.
b.    Berdasarkan kondisi kelainan misalnya dermatitis akut, subakut dan kronis atau dermatitis madidans (membasah) dan dermatitis sika (kering).
c.    Berdasarkan penyebab misalnya dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, dermatitis medikamentosa, dermatitis alimentosa, dermatitis venenata, dermatitis stasis, dan sebagainya.
d.    Berdasarkan usia misalnya dermatitis infantil, dsb.
e.    Berdasarkan bentuk kelainan misalnya dermatitis numularis, dsb (Muhandari,2004).
f.    Berdasarkan faktor yaitu endogen dan eksogen.
Tetapi, dalam penanganan disarankan untuk menggunakan istilah dermatitis, ditambah dengan satu kata lain untuk menggambarkan kemungkinan penyebab atau mendeskripsikan kondisi. Misal: dermatitis atopik impetigenisata, dermatitis medikamentosa madidans, dan sebagainya (Muhandari,2004).
Dermatitis berdasarkan faktor Endogen dan Faktor Esogen, yaitu:
1.    Dermatitis Atopik
Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang  dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya (Dharmadji, 2006). Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan prevalensi dermatitis atopik yaitu pada daerah kota dengan peningkatan pemaparan stimulus dari lingkungan industri yang berbahaya, sosial ekonomi yang tinggi, jumlah anak yang sedikit, migrasi dari pedesaan ke perkotaan, infeksi terhadap Staphylococcus aureus, dan umur ibu yang tua pada saat melahirkan.
Dermatitis adalah suatu penyakit kulit (ekzema) yang menimbulkan peradangan. Dermatitis alergika yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari adalah dermatitis atopik. Penyakit ini merupakan reaksi hipersensitivitas tipe I yang diperantarai oleh Imunoglobulin E. Prevalensi dermatitis atopik adalah 0,69 % dari semua bentuk ekzema dan kira-kira mengenai 2-3% anak. Karakteristiknya adalah adanya rasa gatal, eritema dengan perubahan histologik dengan sel radang yang bulat, dan edema epidermal spongiotik. Dermatitis ditemukan pada 70% penderita dengan faktor predisposisi seperti asma, kongjungtivitis alergika, rhinitis alergika, urtikaria, dan alergi makanan. Dermatitis atopik adalah dermatitis yang paling sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung terus meningkat dan dampak yang dapat ditimbulkannya pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya.
Perjalanan penyakit dermatitis atopik umumnya kronik dan sering kambuh. Penyakit ini cenderung diturunkan (faktor genetik), tetapi faktor lingkungan juga memegang peranan dalam perkembangan penyakit ini. Obat-obat yang diberikan pada dermatitis atopik ini umumnya bertujuan untuk mengurangi gejala penyakitnya. Contoh obat-obatan tersebut adalah kortikosteroid dan antihistamin, namun sayangnya obat-obatan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam efek samping. Efek samping pemberian kortikosteroid akan menyebabkan moon face, osteoporosis, tukak lambung, dan hipertensi. Pemberian antihistamin menyebabkan vertigo, tinitus, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, konstipasi, dan mulut kering (Irma D. Roesyanto & Mahadi, 2000).

2.    Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak merupakan inflamasi non-infeksi pada kulit yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000). Dermatitis kontak merupakan gangguan pada kulit yang paling sering terjadi. Selama Perang Dunia II, kantor The Surgeon General di Amerika Serikat melaporka 75.371 kasus dermatitis kontak di rumah sakit. Bagi tentara Amerika yang sedang berperang, higienitas personal yang terbatas dan banyaknya paparan iritan selama kegiatan perang membuat banyak tentara yang mengalami dermatitis kontak sehingga mengganggu tugas mereka. Namun, dalam perang di Vietnam, menurut laporan Pusat Medis Tentara Angkatan Darat di Washington bahwa terjadi penurunan presentase tentara yang menderita akibat dermatitis kontak. Hal tersebut diakibatkan oleh penemuan dan perkembangan sediaan steroid, krim antisensitisasi dan antibiotik setelah Perang Dunia II (Crowe dan James, 2001).
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dapat terbagi dalam faktor eksogen dan faktor endogen. Faktor eksogen meliputi tipe dan karakteristik agen, karakteristik paparan, faktor lingkungan. Faktor endogen yaitu faktor genetik, jenis kelamin, usia, ras, lokasi kulit, riwayat atopi (Afifah, 2012).
Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
Dikenal dua macam jenis Dermatitis kontak , yaitu dermatitis iritan primer dan dermatitis kontak alergi keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2003).
a.    Dermatitis Iritan Primer
Sekitar 80-90% kasus Dermatitis Kontak Iritan disebabkan oleh pemaparan iritan berupa bahan kimia dan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali pemaparan ataupun setelah pemaparn berulang (Keefner, 2004).
Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut Dermatitis Kontak Iritan Akut dan biasanya disebabkan oleh kontak iritan yang kuat seperti asam kuat. Sedangkan Dermatitis kontak iritan yang terjadi setelah pemaparan berulang disebut Dermatitis Kontak Iritan Kronis dan biasanya disebabkan oleh iritan lemah.
Yang termasuk iritan primer yang secara fisik merusak kulit adalah asam, basa, detergen, dan produk-produk minyak bumi. Seseorang yang menderita dermatitis atopik akan lebih mudah terkena efek iritan primer. Gambaran yang khas dari dermatitis iritan primer, yaitu telapak tangan dan ujung-ujung jari kering disertai kulit yang retak dan terasa sakit pada lipatan kulit serta pada bagian lunak jari. Dampak pada kulit dapat dikurangi dengan menggunakan emolien secara bebas, tetapi hal ini tidak bisa membuat kulit menjadi normal selama kontak dengan iritan masih berlangsung terus.



b.    Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).
2.2    Penyebab Dermatitis
Dermatitis dapat disebabkan oleh benda-benda yang menyebabkan alergi pada kulit (misalnya sabun, logam, atau kosmetik), garukan pada kulit, atau varises yang menyebabkan gatal-gatal (Jeyaratnam, 2009).
Penyakit kulit Dermatitis juga diakibatkan dari kerja yang dapat menjadi kronis akibat satu atau lebih penyebab berikut:
a.    Pajanan terus menerus terhadap agen penyebab
b.    Dermatitis berat yang berlangsung lama yang biasanya membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh karena fungsi pelindung kulit sangat terganggu.
c.    Komplikasi pengobatan, seperti terjadinya alergi kontak terhadap pengobatan yang diberikan.
d.    Komplikasi yang tidak diobati, misalnya Infeksi bakteri sekunder.
e.    Faktor Endogen yang mendasari, misalnya Dermatitis atopik (Jeyaratnam, 2009).
Dermatitis ada yang didasari oleh faktor endogen, misalnya dermatitis atopik, dermatitis kontak, dan sebagainya. Tetapi kebanyakan penyebab dermatitis ini belum diketahui secara pasti. Sedangkan bila ditinjau dari jenis kelainannya, maka dermatitis atopik adalah dermatitis yang paling sering dibahas, mengingat insidensnya yang cenderung terus meningkat dan dampak yang dapat ditimbulkannya pada kualitas hidup pasien maupun keluarganya (Muhandari,2004).
f.    Masalah medikolegal. Pekerja yang serakah dapat berpura-pura sakit atau menimbulkan luka pada dirinya sendiri dalam usaha mendapatkan ganti rugi (Jeyaratnam, 2009).
Beberapa faktor mungkin mempengaruhi tingkat respon kulit. Adanya penyakit kulit sebelumnya dapat menghasilkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan dengan mudah memasuki dermis. Jumlah dan konsentrasi paparan bahan kimia serta iritan kimia kuat, asam, basa yang tampaknya menghasilkan keparahan  yang reaksi inflamasinya yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan seperti detergen, sabun, pelarut mungkin membutuhkan pamaparan yang banyak untuk mengakibatkan dermatitis. Selain itu faktor lingkunngan , seperti suhu hangat, kelembaban yang tinggi atau pekerjaan yang basah yang dapat berpengaruh.
Berbagai faktor dapat memicu Dermatitis Atopik, antara lain alergen makanan, alergen hirup, berbagai bahan iritan, dan stres. Tetapi, seberapa besar peran alergen makanan dan alergen hirup ini masih kontroversial. Meski pada pasien Dermatitis Atopik kerap dijumpai peningkatan IgE spesifik terhadap kedua jenis alergen ini, tetapi tidak selalu dijumpai korelasi dengan kondisi klinisnya. Hasil tes positif terhadap suatu alergen, tidak selalu menyatakan alergen tersebut sebagai pemicu Dermstitis Atopik, tetapi lebih menggambarkan bahwa pasien telah tersensitasi terhadapnya. Secara umum, alergen makanan lebih berperan pada Dermatitis atopik usia dini. Seiring dengan penambahan usia, maka peran alergen makanan akan digantikan oleh alergen hirup.
Penyebab munculnya Dermatitis Kontak Iritan adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait, 2001; Djuanda, 2003).
Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006).
Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2003).
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

2.3    Pencegahan, Pengendalian dan Pengobatan Dermatitis
Pencegahan dermatitis dapat dilakukan dengan penggunaan sabun yang lunak dan air yang bersih untuk mandi, pengeringan badan dengan baik sehabis mandi, pelembaban dengan pelembab.
Selain itu, pencegahan iritan seharusnya menjadi diagnosa primer dan edukasi pada pasien. Penggunaan kompres basah dengan astringent alumunium asetat dapat digunakan untuk mendinginkan dan mengeringkan lesi. Hidrokortison dan losion kalamin, membantu untuk meringankan rasa gatal. Penggunaan topikal anastesi lokal tipe caine perlu dihindari atau diawasi karena dapat menyebabkan kontak dermatitis yang lebih luas.
Cara mencegah terjadinya dermatitis diantaranya yaitu: Membersihkan kulit dan membuang alergen secepat mungkin akan mengurangi keparahan respon imun. Tipe terapi tergantung pada keparahan reaksi alergi : mild, moderat, atau parah. Terapi untuk mild dermatitis berupa antipruritik lokal yang mengandung kalamin, menthol, fenol, champor, dan agen anti pruritik atau diberikan krim atau salep hidrotoksin. Jika terjadi ruam maka pasien harus menghindari alergen . Jika ruam makin luas dan tidak mengenai mata atau organ genitalia dapat digunakan kompres atau rendaman astringent.
Tindakan untuk mencegah dermatitis kemungkinan iritan dan dansensitisator tropikal adalah mutlak. Penggunaan pelumas yang lunak dan murah dalam waktu yang lama adalah dasar dari sebagian besar program pengobatan, seringkali cukup untuk meredakan gangguan yang ada. Emulsi minyak dalam air dapat mencukupi dan bekerja sama minimal dengan emulsi air dalam minyak seperti petrolatum memberikan efek atau rasa berminyak yang maksimal dan melindungi kulit dari kekeringan, tetapi sifatnya yang menyumbat sering kali mempermudah terjadinya retensi debris dan menyebabkan timbulnya pruritus yang mengganggu. Kortikosteroid topikal sangat berguna bagi dermatitis atopik, karena sifat anti radangnya. Steroid digunakkan secara topikal untuk mempermudah penyerapan obat, suatu strategi yang terutama dapat dilakukan pada malam hari (Silvia , 2003).
Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009).
Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2003).
Dalam merawat dermatitis atopik, pengurangan rasa gatal diberikan untuk menyembuhkan atau memotong siklus “gatal-garuk” yang berbahaya (Silvia, 2003).
Pengobatan dermatitis dilakukan tergantung pada penyebabnya misalnya, jika disebabkan oleh benda-benda penyebab alergi maka dapat diobati dengan obat yang mengandung hydrocortisone. Sedangkan deramtitis yang disebabkan oleh varises dapat dilakukan operasi untuk menghilangkan varises.
Pengobatan Dermatitis numularis yaitu mengurangi terkena bahan iritan tersering karena kulit kering, yaitu dengan rendam air, sabun pH netral dan memakai pelembab. Juga pemberian obat topikal Kortikosteroid salep, kalsineuron inhibitor, takrolimus, pimekrolimus atau preparat tar1. Dapat topikal antihistamin Doxepin 5%. Antihistamin oral mengurangi gatal dan kecemasan. Bila luas pemberian Kortikosteroid oral atau Phototherapi UVB. Pengobatan Neurodermatitis Sirkumskripta ada 4 langkah, yaitu :
1.    Identifikasi penyakit yang mendasar
2.    Memperbaiki fungsi lapisan barier kulit
3.    Mengurangi inflamasi
4.    Memutus siklus gatal-garuk.



DAFTAR PUSTAKA
ADILAH AFIFAH. 2012. FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA DERMATITIS KONTAK AKIBAT KERJA PADA KARYAWAN BINATU. Semarang : FK UNDIP

Crowe, M.A., dan James, W.D., 2001, Alergic and Irritant Contact Dermatitis, Mardigan Army Medical center, Washington
Djuanda, Adhi. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
Djuanda, Adhi. 2003. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit : Balai Penerbit FK UI, Jakarta.
Jeyaratnam, J. 2009. BA Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta : EGC
Hayakawa,R. 2000, Contact Dermatitis, Nagoya J. Med. Sci. 63. 83 ~ 90, Nagoya
Keefner, D.M., dan Curry, C.E., 2004. Contact dermatitis dalm handbook of Nonprescription Drugs, 12 th edition, APHA, Washington DC
Muhandari ardhi, ari. 2004. Dermatitis Dan Peran Steroid Dalam Penanganannya. DEXA MEDIA, No. 4, Vol. 17, Oktober - Desember 2004
Silvia , 2003.     Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6 Vol. 1. Jakarta : EGC.
Sumantri, M. Agung. Dermatitis kontak swamedikasi. Jogjakarta : Fakultas Farmasi UGM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar